Mengenal Kebijakan Dual Citizenship: Jembatan Menjadi Warga Dunia

Dalam arus interkoneksi antar negara yang bahasa kerennya biasa disebut globalisasi, menjadi sarana juga jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi di belahan dunia lainnya.

Tidak hanya terfokus tentang “ada kabar apa hari ini?” Tapi globalisasi juga menjadi kesempatan “bursa bebas transfer” untuk menyerap ilmu, budaya, teknologi, bahkan perpindahan penduduk.

Selain aktif menyerap, globalisasi juga menawarkan kita untuk bisa membagikan sesuatu terhadap dunia. Tidak hanya sekedar memposting kabar terkini yang ada di sekitar kita, tapi juga terlibat untuk menjadi “pemain utama” dalam pemenuhan kebutuhan dunia.

Salah satu hal yang menjadi peluang adalah bermigrasi ke luar negeri. Negara yang dominan dihuni oleh para pendatang (migran) adalah Australia. Hal ini tercermin dari hasil sensus 2021 oleh Biro Statistik Australia (ABS) yang menunjukan bahwa dari 25.422.788 jumlah penduduk Australia, 48,2 persen memiliki orang tua yang lahir di luar negeri dan 27,6 persen lahir di luar Australia.

Bila membandingkan pertumbuhan penduduk Australia dalam 50 tahun terakhir, jumlah penduduk di atas adalah dua kali lebih besar dari sensus 1971 yang hanya berjumlah 12.493.001 orang. Hal ini menunjukan bahwa banyak penduduk Austalia adalah pendatang dan mereka membangun negara tersebut dengan beragam skill yang diperoleh sebelum mereka bermigrasi.

Salah satu faktor yang saya nilai berperan penting adalah kebijakan dual citizenship yang diberlakukan para negara asal dari penduduk Australia. Kebijakan ini memberikan akses sekaligus dorongan bagi masyarakat suatu negara untuk bermigrasi ke negara tujuan tanpa kehilangan status kependudukan dari negara tempat kelahirannya.

Bila kita menengok tetangga ASEAN kita yaitu negara Filipina yang juga memberlakukan kebijakan dual citizenship, jumlah masyarakat Filipina di Australia meningkat signifikan selama kurang lebih dalam periode 5 tahun. Berdasarkan sensus 2021 yang dilakukan di Australia, terdapat 408,842 keturunan Filipina yang tinggal di Australia. Angka tersebut memberikan peningkatan signifikan yaitu 26% dari sensus terdahulu pada tahun 2016, dengan 104,827 orang keturunan Filipina yang menetap di Australia.

Dengan belajar mengenai peluang kebijakan dual citizenship dan apa yang sudah dilakukan Filipina, hal ini menjadi refleksi bagi kita masyarakat Indonesia untuk mencoba menempatkan diri dan mengambil peran melalui cara yang paling tepat untuk terlibat dalam panggung internasional karena faktanya, Indonesia melarang warganya untuk memiliki dual citizenship. Misalnya saat ini pemerintah Indonesia sudah memiliki program beasiswa, visa hubungan antar negara, ataupun rekrutmen langsung yang dilakukan oleh perusahaan asing.

Akhirnya, menjadi warga dunia tidak melulu soal ikut-ikutan negara lain, tetangga yang sudah sukses perantauan, ataupun teman kuliah yang sudah dapat beasiswa S2 di kampus top dunia. Lebih dari itu, menjadi warga dunia adalah panggilan diri untuk terlibat aktif mencerminkan nilai-nilai Indonesia yang bisa dikenang baik melalui berbagai kesempatan di hadapan masyarakat dunia dari berbagai negara.

Ditulis oleh: Gabriel Angelius

Disunting oleh: Karindra Duhita Anindyaguna

Share: