Culture Shock: di Sini Biasanya dijadiin Sarapan, di Sana Malah Kebalikannya!

Halo, Warga Atlas! Pada kesempatan kali ini, Publik Kultur edisi culture shock kita bakal ngebahas salah satu makanan tradisional yang memiliki berbagai macam variasi tergantung daerahnya Makanan ini juga udah ngga asing lagi disantap oleh tiap orang dari berbagai kalangan. Udah pada bisa nebak?

Yup, Soto! Makanan yang memiliki komposisi yang berbeda-beda tergantung daerahnya masing-masing. Buat warga Semarang sendiri, Soto tuh best option banget ngga sih kalau buat sarapan? Di sini sih kita nganggep Soto sebagai santapan buat sarapan, tapi kayaknya ngga semua daerah nganggep Soto sebagai santapan sarapan deh. Sebagai contohnya aja daerah Ibu Kota. Buat warga Ibu Kota, Soto lebih dianggap sebagai santapan makan malam. Berbanding terbalik banget kan sama warga Semarang? Penasaran ngga kenapa bisa gitu? Yuk, kita bahas!?

Kita awali dengan ngebahas kenapa Soto dianggap sebagai sarapan di Semarang. Soto biasanya disajiin dengan nasi atau mie, daging, dan tentu aja ada sayurannya. Dengan ini Soto bisa ngasih energi untuk orang-orang Semarang untuk beraktivitas, menjadikannya pilihan sarapan yang ideal. Siapa sih yang ngga mau ngeawalin hari dengan hidangan lengkap seperti Soto? Makanan yang memberikan nutrisi penting dan membuat seseorang tetap kenyang hingga waktu makan berikutnya. Surprisingly, pace nyetir daerah Solo, Dieng lebih cepet dibandingkan daerah Ibu kota, oleh karena demikian, orang-orang lebih memilih santapan simple seperti Soto yang terbilang cepat dalam penyajiannya. Nah selanjutnya, poin pentingnya nih, Warga Atlas! Soto tuh biasanya disajikan panas kan? Ini yang ngejadiin Soto sebagai pilihan yang hangat dan menenangkan, terutama di pagi hari ketika orang mungkin menyukai makanan yang menenangkan dan mengenyangkan untuk mengawali hari mereka.

Terus, kenapa di Jakarta Soto dianggap sebagai santapan makan malam? Bisa dilihat, jawaban possible yang bisa kita tarik adakah ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang sibuk di daerah perkotaan. Ibu Kota yang notabenenya adalah kota besar, dimana masyarakat lebih memilih makanan yang lezat dan ringan di malam hari setelah seharian bekerja. Pada malam hari, suhu di Jakarta relatif lebih sejuk dibandingkan siang hari. Sup yang panas dan mengenyangkan seperti Soto bisa menjadi lebih nikmat di malam hari, memberikan kehangatan dan kenyamanan, terutama saat cuaca dingin.

Nggak cuma itu, beberapa dari mereka juga ada kebingungan karena di tempat tinggal mereka Soto tidak dijadikan satu dengan nasi putih, sedangkan ada pula yang dijadikan satu.

Ternyata, nggak cuma cara bersosial, cuaca, maupun Bahasa. Tapi, sektor kuliner terlebih Soto, bisa berbeda! Tradisi kuliner memang sangat bervariasi di suatu negara seperti Indonesia, dan perbedaan regional dalam cara menyiapkan dan mengonsumsi hidangan adalah hal yang biasa. Variasi ini sering kali dipengaruhi oleh bahan-bahan lokal, iklim, praktik budaya, dan faktor sejarah, yang menyebabkan perbedaan preferensi waktu makan untuk hidangan seperti Soto di berbagai wilayah di negara ini. Next, kita akan membahas soal cara berkendara, intonasi atau nada berbicara, dan masih banyak lagi!Sampai jumpa di Publik Kultur edisi culture shock selanjutnya, ya!

Share: